Showing posts with label Dakwah. Show all posts
Showing posts with label Dakwah. Show all posts

Bilamana Berbeda Pendapat dengan Qiyadah Dakwah

1:36 PM | , , ,


Hari itu Madinah sedang genting. Sangat genting. Dari depan, 10 ribu pasukan Ahzab menunggu kesempatan untuk menyerang. Langkah mereka memang terhenti oleh parit yang menutup akses masuk Madinah, tetapi bukan berarti mereka diam. Sesekali pasukan berkuda mencoba menerobos. Sesekali pasukan lain melepaskan anak panah.

Dari belakang, Bani Quraizhah mengkhianati perjanjian. Melalui Huyai bin Akhtab, mereka membuat kesepakatan dengan pasukan Ahzab untuk menyerang Madinah dari belakang. 

Melihat situasi itu, Rasulullah berinisiatif mengadakan perjanjian dengan pemimpin Ghathafan. Rasulullah menghendaki Ghathafan menarik pasukannya dari Madinah. Sebagai balasannya, Madinah memberikan sepertiga hasil kurmanya kepada Ghathafan. Rasulullah berharap, jika 6.000 pasukan Ghathafan pergi, lebih mudah bagi pasukan Madinah yang jumlahnya hanya 3.000 orang untuk menghantam pasukan Quraisy yang jumlahnya 4.000 orang.

“Wahai Rasulullah,” kata Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah, “Jika Allah memerintahkan engkau untuk mengambil keputusan seperti ini, maka kami akan tunduk dan patuh. Tetapi jika ini merupakan keputusan yang hendak engkau ambil bagi kami, maka kami tidak membutuhkannya. Dulu kami dan mereka adalah orang-orang yang sama-sama menyekutukan Allah dan menyembah berhala. Dulu mereka tidak berhasrat memakan sebuah kurma pun dari Madinah kecuali melalui jual beli atau bila sedang dijamu. Setelah Allah memuliakan kami dengan Islam, memberi petunjuk Islam dan menjadi jaya bersamamu, mengapa kami harus memberikan harta kami kepada mereka? Demi Allah, kami tidak akan memberikan kepada mereka kecuali pedang.”

Mendengar pendapat dua pemimpin Anshar ini, Rasulullah pun mengurungkan rencana perjanjiannya. 

Demikianlah interaksi sahabat dengan Rasulullah. Saat para sahabat berbeda pendapat, mereka menyampaikannya kepada Rasulullah dengan cara yang baik. Terlebih dulu mereka ingin memastikan apakah pendapat Rasulullah itu berdasarkan wahyu ataukah pendapat pribadi. Sebab jika itu adalah wahyu, mereka sadar keniscayaan dan kebenarannya. Sikap mereka hanya satu;sami’na wa atha’na. Tetapi jika itu adalah pendapat Nabi yang tidak lain hanya strategi, maka mereka mengajukan alternatif solusi. Dan bukan kali ini saja para sahabat berbeda pendapat dengan Rasulullah kemudian Rasulullah menerima pendapat mereka. 

Dua tahun sebelumnya, saat terdengar pasukan Quraisy hendak menyerbu Madinah, Rasulullah menggelar musyawarah. Rasulullah yang sebelumnya telah bermimpi mengenai perang itu, mengusulkan agar umat Islam bertahan di dalam kota Madinah. Namun, para sahabat –terutama yang belum ikut perang Badar- menginginkan agar umat Islam keluar untuk menyambut mereka di luar Madinah.

“Wahai Rasulullah, sejak dulu kami sudah mengharapkan hari seperti ini dan kami selalu berdoa kepada Allah. Dia sudah menuntun kami dan tempat yang dituju sudah dekat. Keluarlah untuk menghadapi musuh-musuh kita, agar mereka tidak menganggap kita takut kepada mereka.”

Rasulullah pun kemudian mengabaikan pendapatnya dan mengikuti pendapat mayoritas sahabat.

Pun saat perang Badar. Ketika Rasulullah memutuskan menempati tempat tertentu sebagai pangkalan pasukan, Hubab bin Mundzir menyampaikan pendapatnya. “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang keputusan berhenti di tempat ini? Apakah ini tempat berhenti yang diturunkan Allah kepadamu? Jika begitu keadaannya, maka tidak ada pilihan bagi kami maju atau mundur dari tempat ini. Ataukah ini sekedar pendapat, siasat dan taktik perang?” Setelah Rasulullah memberitahu bahwa itu adalah strategi, maka Hubab mengusulkan tempat yang lebih strategis, yang membuat pasukan Islam menguasai sumber air dan pasukan kafir Quraisy kesulitan mengaksesnya. Rasulullah pun setuju dan meninggalkan pendapatnya sendiri.

Subhanallah, begitulah indahnya al qiyadah wal jundiyah di era nabawiyah. Dan selayaknya kader-kader dakwah dan para qiyadahnya mengambil pelajaran penting ini saat terjadi perbedaan pendapat. Yakni jika seorang atau sejumlah kader berbeda pendapat dengan qiyadah, hendaklah:

1. Meluruskan niatnya semata-mata karena Allah. Ikhlas dalam rangka menyampaikan pendapat yang bertujuan membawa kemaslahatan bagi dakwah dan jama’ah. Keikhlasan ini adalah poin pertama dan utama. Dengan keikhlasan, ia tidak mengejar popularitas saat menyampaikan usul yang lebih baik. Dengan ikhlas pula, ia tidak kecewa atau futur saat pendapatnya belum diterima.

2. Menyampaikannya kepada qiyadah dengan bahasa dan cara yang baik. Ihtiram (penghormatan) kepada qiyadah dan kepada orang yang lebih tua adalah bagian dari adab Islam. 

3. Berhati-hati agar tidak menjatuhkannya di depan umum. Sebab soliditas jama’ah adalah prioritas utama dan faktor penting yang menentukan kemenangan. Jika qiyadah dijatuhkan di depan publik, hal itu dapat mengurangi ke-tsiqoh-an anggota dan bisa menjadi celah yang dimanfaatkan musuh-musuh dakwah untuk menyerang jama’ah.

4. Berorientasi pada substansi ide, bukan berorientasi pada pribadi di balik ide. Maka menyampaikan pendapat berbeda dengan kalimat, “pendapat tersebut menurut saya keliru” lebih baik daripada “Anda sering keliru.” Berorientasi pada substansi ide ini juga membuat kita membatasi diri hanya pada persoalan yang dibahas, bukan melebar pada kesalahan lain yang pernah dilakukan di masa lalu.

5. Menyampaikan alternatif solusi dan argumentasi dengan jelas

6. Tidak kecewa jika pendapatnya ditolak, dan hendaklah ia menyadari bahwa ia (insya Allah) telah mendapatkan pahala karena niat sucinya dan caranya yang baik pula

7. Melaksanakan keputusan dan hasil syuro, baik pendapatnya yang diterima atau pendapat orang lain yang diterima. Jika pada tiga contoh di atas Rasulullah selalu menerima pendapat sahabat, pada perjanjian Hudaibiyah Rasulullah kokoh dengan keputusannya. Semula sahabat tidak setuju karena tidak memahami hikmah di balik perjanjian itu. Namun, saat Rasulullah telah memutuskan untuk bertahalul dan menyembelih hewan qurban, mereka pun mengikuti Rasulullah. Sami’na wa atha’na. 

Wallahu a’lam bish shawab. [Abu Nida]
Read More

Pola Perjuangan Dakwah dari Sepakbola

12:46 PM | , ,


Siapa yang tidak mengenal permainan sepakbola?. Salah satu permainan olahraga yang paling disukai di seluruh dunia. Namun tahukah kawan, kita dapat mengambil beberapa pelajaran dari permainan tersebut dan dapat kita terapkan dalam perjuangan dakwah kita. Aahh.. ngawur sampeyan mas!, masa berdakwah harus belajar main sepakbola. Dakwah itu tempatnya di majelis ta'lim penuh dengan ilmu, jadi mana mungkin bersumber dari lapangan rumput.
Mari kita renungi berapa banyak ayat Al Quran yang memerintahkan kita untuk senantiasa i'tibar yakni mengambil pelajaran dan hikmah dari segala peristiwa apa yang terjadi di dunia ini.
فَاعْتَبِرُوا يا أُولِي الْأَبْصارِ
"maka ambillah pela­jaran wahai orang-orang yang mempunyai pandangan". (QS. Al Hasyr : 2)
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِّمَن يَخْشَى
"Sesungguhnya pada {peristiwa} yang demikian itu ada pelajaran bagi orang yang takut (kepada Allah)". (QS. An-Naziat)
Dari kedua ayat di atas maka tidak salah jika kita mengambil contoh-contoh pelajaran dari sumber peristiwa yang terjadi di dunia ini. Lantas pelajaran apa yang dapat kita temukan dalam permainan sepakbola?. Kekompakan tim kah, persatuan umat?. Ya, memang itu beberapa yang dapat kita ambil pelajaran  darinya. Namun kali ini saya tidak membahas tentang persatuan. Saya ingin memaparkan pelajaran yang lain.
Berbicara sepakbola maka tak akan lepas dari berbicara tim. Berbicara tim maka tak akan lepas dari berbicara masalah strategi penempatan posisi pemain, pola penyerangan dan pola pertahanan. Mari kita berbicara masalah strategi penempatan posisi pemain dakwah. Ibarat sebuah tim maka para aktivis dakwah Islam bisa saya gambarkan tidak lepas dari posisi berikut:
1)  Kiper
Kiper ini adalah pertahanan terakhir dan harapan dari sebuah tim. Siapa mereka? Mereka adalah generasi muda Islam, anak-anak dan remaja. Merekalah sasaran utama musuh-musuh Islam. Jika pertahanan mereka rapuh maka hancurlah Islam ini. Oleh karenanya anak-anak dan remaja Islam ini harus diberikan bekal yang cukup, pondasi tauhid yang kokoh, akhlaq yang mulia dan wawasan yang luas.
2) Penjaga Barisan Pertahanan
Penjaga barisan pertahanan ini yang membantu untuk mencegah masuknya arus perlawanan musuh. Siapa mereka? Mereka adalah para Ibu. Merekalah yang bertanggungjawab senantiasa menjaga dan memberikan pendidikan kepada putra-putrinya. Merekalah penjaga benteng pertahanan yang dapat diandalkan. Peran mereka tidak bisa dianggap remeh. Apabila penjaganya lengah maka musuh akan leluasa masuk ke daerah pertahanan. Sebagaimana dalam hadits berikut;
"... Wanita adalah pengembala di dalam rumah suaminya, dan ia bertanggung jawab atas gembalanya". (penggalan dari hadits yang diriwatkan Ahmad, Ibnu Majah, Abu daud, Tirmidzi dari Ibnu Umar Shahibul Jami 4445)
Sayyid Quthb menamai wanita sebagai "Penjaga benteng pertahanan" (Lihat Fi Dziilalil Qur'an : 6 : 3619)
Tidak bisa di bayangkan, bagaimana jika penjaga benteng pertahanan ini rusak, menyeleweng, atau berfikrah buruk yang meruntuhkan.. Apa gerangan yang terjadi dalam rumah tangga Islami?. Tak pelak lagi, akibatnya akan parah, maka dari itu seyogyanya setiap saudari muslimah waspada dan perihatin terhadap program yang dicanangkan musuh-musuh Islam terhadap kaum wanita, khususnya wanita muslimah. Serta menyadari peranan yang harus dimainkan.
3) Playmaker
Mereka adalah para inisiator, para da'i dan aktivis-aktivis dakwah. Mereka memainkan peranannya, mengatur pola perjuangan dakwah Islam dan membantu menjaga daerah pertahanan. Dibutuhkan banyak tenaga yang lincah, gesit dan berwawasan untuk memainkan peranan ini. Mereka harus tahu kapan waktunya maju menyerang dan kapan waktunya harus bertahan.
4) Striker
Mereka adalah para mujahid, para pejuang yang memperjuangkan ditegakkannya syariat Islam. Mereka berada di garda terdepan untuk menghalau, menyerang dan melawan arus liberalisme, kapitalisme maupun isme-isme lain yang tak sejalan dengan perjuangan Islam.
5) Pemain Cadangan
Merekalah yang dicalonkan untuk mengisi ruang kosong apabila ditinggalkan oleh para pemainnya. Merekalah yang sedang belajar menuntut ilmu syar'i. Mereka butuh pembinaan agar siap ketika waktunya mereka harus tampil dalam kancah pertandingan.
6) Manager / Pelatih dan Sponsor
Apa hebatnya sebuah tim tanpa adanya orang yang melatih mereka. Dakwah pun demikian membutuhkan para alim ulama yang menguasai Ilmu-ilmu Allah, mewarisi hikmah para Nabi. Peranan alim ulama ini sangat menentukan keberhasilan sebuah tim dakwah. Apa jadinya jika sebuah tim hebat ditangani oleh manager yang kurang profesional. Sedangkan
Sedangkan sponsor ini diperankan oleh pemerintah/ umara yang memegang kendali atas rakyatnya. Peran ulama dan umara ini sangat penting dan sangat erat kaitannya dengan keberhasilan sebuah tim dakwah. Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam : "Ada dua orang yang apabila dua orang ini baik, maka menjadi baiklah umat dan apabila buruk, maka akan menjadi buruklah umat tersebut yakni para ulama dan umara."
Dari keenam posisi tersebut harus saling bekerja sama bahu membahu dalam menegakan agama Islam. Jika semuanya bekerja secara profesional menegakkan syiar-syiar Islam maka Insya Allah Islam ini akan kembali berjaya.
Wallahu A'lam bishowab. Wabilahit Taufiq wal Hidayah.
Read More